Ini Penyebab Hari Raya Lebaran Bisa Berbeda
Ilustrasi.(image:ist)
JAKARTA- Menjelang hari raya Idul Fitri, seringkali terjadi perbedaan pelaksanaan hari H, khususnya yang menggunakan metode rukyat atau pengamatan seperti Indonesia dengan Arab Saudi. Pada tahun 2023 ini potensi terjadinya perbedaan penentuan 1 Syawal juga bisa terjadi. Mengapa bisa terjadi?
Pada 2022 lalu, hari raya Idul Adha terjadi perbedaan antara di Indonesia dengan di Arab Saudi. Di Indonesia tanggal 10 Dzulhijah 1443 H jatuh pada hari Minggu 10 Juli 2022, sedangkan di Arab Saudi tanggal 10 Dzulhijah 1443 H jatuh pada hari Sabtu, 9 Juli 2022.
Logika masyarakan awam berpendapat, sebagai negara yang berada di bagian timur, waktu matahari terbit di Indonesia lebih dulu empat jam dari Arab Saudi. Lantas kenapa Arab Saudi lebih dulu merayakan Idul Fitri atau Idul Adha? Secara astronomi dan geografis, tahun masehi (syamsiah) waktu terbit matahari atau pergantian hari dipengaruhi perputaran bumi pada porosnya yang mengelilingi matahari. Sedangkan tahun hijriah didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi (revolusi)
Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Juanda, Dr Ir Setyono, M.Si menuturkan, bumi, bulan, dan matahari juga memiliki pergerakan yang membuat kedudukannya seimbang. Dalam Al Quran Surat Ibrahim ayat 33 disebutkan bahwa: “Dan Dia telah menundukkan bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.”
Pergerakan terdiri atas 2 jenis, yaitu berputar pada porosnya (rotasi) dan bergerak mengelilingi benda lain (revolusi). Rotasi bumi pada porosnya berlangsung selama 24 jam (sehari) per satu putaran. Dengan keliling bumi sebesar 40.000 km maka kecepatan rotasi di permukaan bumi sebesar 1666.667 km/jam.
Revolusi bulan mengelilingi bumi selama 29.5 hari per satu putaran. Oleh sebab itu pada kalender berbasis bulan (qomariah) satu bulan berkisar antara 29 hingga 30 hari. Kalender berbasis bulan antara lain tahun hijriah dan tahun Jawa. Sementara itu satu kali revolusi bumi mengelilingi matahari membutuhkan waktu sekitar 365 hari 6 jam 9 menit 10 detik atau satu tahun. Kalender masehi berbasis matahari (syamsiah) satu tahun dibuat 365 hari kecuali tahun kabisat selama 366 hari. Banyaknya hari per bulan pada kalender masehi dibuat tetap, kecuali bulan Februari.
Ibadah puasa dipengaruhi peredaran bumi dan bulan. Awal puasa Ramadhan, misalnya, dipengaruhi oleh rotasi bumi pada porosnya dan revolusi bulan mengelilingi bumi. Sementara itu awal dan akhir imsak (menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa) hanya dipengaruhi oleh rotasi bumi pada porosnya.
Ibadah haji dipengaruhi oleh revolusi bulan mengelilingi bumi. Sebenarnya ibadah haji juga dipengaruhi oleh rotasi bumi pada porosnya, namun karena pelaksanaannya terlokalisasi di Mekah maka tidak ada perbedaan waktu pelaksanaannya.
Bumi berputar pada porosnya membentang dari utara hingga selatan. Matahari secara umum lurus pada khatulistiwa. Dengan berputar pada porosnya maka seolah matahari terbit dari timur ke barat. Dengan demikian saat ini di Indonesia timur matahari terbit, di Indonesia tengah masih gelap, satu jam lagi di Indonesia tengah matahari terbit di Indonesia barat masih gelap, dan seterusnya. Dengan cara ini waktu shalat di bumi sebelah timur selalu lebih dulu dibandingkan di wilayah barat.
Revolusi bumi mengelilingi matahari tidak selalu lurus di garis khatulistiwa, melainkan bergeser dari balik selatan hingga balik utara, dengan rincian:
• Tanggal 22 Desember di balik selatan, lalu beranjak ke utara
• Tanggal 21 Maret di khatulistiwa, lalu beranjak ke utara
• Tanggal 21 Juni di balik utara, lalu beranjak ke selatan
• Tanggal 23 September di khatulistiwa, lalu beranjak ke selatan
Dari posisi itu dapat dijelaskan mengapa pada musim kemarau (periode Maret-September) angin bertiup dari selatan ke utara, sedangkan pada musim hujan (periode September-Maret) angin bertiup dari utara ke selatan.
Pergantian Bulan
Pergeseran waktu dari detik, menit, jam, dan hari tergantung pada rotasi bumi pada porosnya. Sedangkan pergantian bulan tidak hanya dipengaruhi oleh rotasi bumi pada porosnya, melainkan juga revolusi bulan mengelilingi bumi. Pergantian hari menurut kalender masehi (syamsiah) dipatok diawali jam 12 malam (jam 00) tanpa dipengaruhi jam berapapun terbitnya matahari. Pergantian hari pada kalender hijriah (qomariah) dimulai sejak matahari terbenam atau sejak malam tiba di waktu maghrib.
Banyaknya hari per bulan pada kalender masehi sudah dipatok sejak awal bahwa Januari, Maret, Mei, Juli, Agustus, Oktober, dan Desember 31 hari, kemudian April, Juni, September, dan November 30 hari, sedangkan Februari 28 atau 29 hari. Pergantian bulan pada kalender hijriah dipengaruhi oleh rotasi bumi pada porosnya dan revolusi bulan mengelilingi bumi.
Akibat adanya revolusi bulan mengelilingi bumi, maka posisi bulan, bumi, dan matahari tidak selalu tetap, sehingga pada awal bulan terlihat bulannya kecil, lalu hari kedua besar, hingga hari ke 14 atau 15 bulannya bulat sempurna, kemudian pada hari berikutnya mengecil lagi. Mulai terlihatnya bulan baru atau bulan sabit pertama (disebut hilal) setelah ijtima merupakan awal bulan hijriah. Ijtima adalah kondisi ketika posisi bumi dan bulan berada di bujur yang sama jika diamati dari bumi sesaat setelah matahari terbenam.
Terbitnya matahari selalu terlihat lebih dulu di wilayah yang lebih timur, karena hanya terpengaruh faktor rotasi bumi pada porosnya. Awal bulan selain dipengaruhi rotasi bumi pada porosnya juga dipengaruhi revolusi bulan mengelilingi bumi.
Terlihatnya hilal pertama kali tidak selalu terjadi di wilayah yang lebih timur. Prinsipnya adalah jika pada malam ini hilal terlihat pertama kali di wilayah A, maka hilal pasti terlihat pula di wilayah yang lebih barat dari A. Sedangkan di wilayah yang lebih timur dari A belum terlihat karena jika terlihat di wilayah yang lebih timur dari A berarti pertama kali hilal terlihat bukan di wilayah A melainkan di wilayah yang lebih timur dari A tadi.
Pada saat hilal pertama kali terlihat di sebelah timur Indonesia, maka hilal akan terlihat di Indonesia kemudian juga terlihat di Arab Saudi masih pada hari yang sama. Sebaliknya jika hilal mulai terlihat di sebelah barat Indonesia, maka hilal akan terlihat di Arab Saudi pada hari yang sama, kemudian hilal terlihat di garis bujur tempat pergantian hari, dan akhirnya terlihat juga di Indonesia pada hari berikutnya.
“Atas dasar itu jatuhnya 1 Syawal atau 1 Dzulhijah di Indonesia dan di Arab bisa terjadi pada hari yang sama bisa terjadi pada hari yang berbeda. Oleh sebab itu ketika pemerintah Indonesia menetapkan 10 Dzulhijah hari Minggu, sedangkan pemerintah arab Saudi menetapkan 10 Dzulhijah pada hari Sabtu, kemudian kita ikut shalat iedul adha hari Sabtu, maka pada prinsipnya bukan mengikuti Arab melainkan mendahului Arab,” jelas Setiyono seperti dilansir laman unida.
Menurut Setiyono, jika hilal pertama kali terlihat di sebelah timur Indonesia maka tanggal 1 di Indonesia dan di Arab Saudi terjadi pada hari yang sama. Jika hilal pertama kali terlihat di sebelah barat Indonesia maka tanggal 1 di Indonesia terjadi pada hari berikutnya dibandingka tanggal 1 di Arab Saudi.* (YR/red)
Selamat
Menunaikan Ibadah Puasa Marhaban ya Ramadhan
Komentar tidak dipublikasikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar