🌏22 Oktober: Hari Santri Nasional...

Rabu, Februari 02, 2022

Pelawak Senior Prapto Pempek

Dari Pinggir Sungai Batanghari Jambi Menjadi Pelawak Nasional 

.

Pemeran Film layar lebar Internasional

Santet Goyang Dangdut.


'Seni sebagai Nadi Kehidupan,

karirnya seperti perjalanan tanpa titik'


SatgasnasNews- "Kalau naik mobil bisa nginep di tengah jalan, sebab jalannya di daerah Sungai Keruh dan Betung," ujarnya.


"Bedarah penuh dengan lumpur galo. Jadi, mobil kita masuk ke lumpur dulu, lalu menunggu ada mobil dari arah berlawanan supaya bisa narik mobil kita,” Kata Prapto pempek.   


Dia melanjutkan pendidikan SMP harus ke Kota Jambi. Usai menamatkan SMP, Pakde Prapto tak langsung bersekolah ke SMA, dia merantau dulu ke Tungkal. 


Prapto Pempek PakDe, Yetty Betet Srimulat, Bagong Supangat, Show Di Bone Sulawesi Selatan.


Pakde Prapto juga menjadi koki di sebuah kapal motor pengangkut getah. Getah itu kemudian ditukar dengan sembako. Perjalanan kapal motor dari Pelabuhan Kasang Kota Jambi ke Hulu menyusuri sungai Batanghari sampai ke daerah pulau Musang arah Tanjung Samalidu. 


Pengalaman Pakde Prapto menimba ilmu memang berwarna. Dia tak cuma mendapatkannya dari bangku sekolah. Baginya, bekerja juga menjadi sebuah wahana mencari dan memperoleh ilmu. Pun, ketika dia menjadi koki di sebuah kapal melayani makan 30 orang ABK, sebelum melanjutkan pendidikan di bangku SMA. 


Meski berasal dari keluarga sederhana, Pakde Prapto punya mimpi besar. Sebagai anak ketiga dari lima bersaudara, sejak kecil dia sudah bertekad untuk lepas dari pekerjaan tradisional turun-temurun keluarganya di desa Kemantan Sungai Bengkal sebagai pemotong pohon parah (nyadap pohon karet). Dia juga tak ingin menjadi petani. 


Menghibur peserta Senam massal di Senayan bersama APAD Asosiasi pengusaha Artis & Designer.


“Saudara-saudara kami di kampung, mayoritas bekerja sebagai pemotong parah, atau bekerja di sawah, maka mereka banyak yang putus atau paling tinggi tamat SR/ SD sebab memang hanya sekolah itulah yang ada di Sungai Bengkal dan mereka banyak yang tidak mau melanjutkan SMP ke kota Jambi. Karena tak mau mengikuti jejak mereka, kami bertekad ingin bisa bersekolah setinggi-tingginya,” tutur Pakde Prapto. 


Berlima bersaudara ini berusaha keras belajar untuk memenuhi tekad mereka. Dan, mereka pun berhasil. Ayuk Pakde Prapto menjadi guru SD di Jambi, Kakak sukses menjadi insinyur dan Kadis PU Batanghari, Adik bekerja di Perusahaan Listrik Negara (PLN). Tapi, dari mereka berlima, hanya Pakde Prapto yang merantau ke Jakarta. tiga orang lainnya sampai sekarang masih bermukim di Jambi dan satu orang di PLN Padang Sumatera Barat. 


Bisa Seperti “Laskar Pelangi”

Walaupun Pakde Prapto sekarang tidak lagi menetap di Jambi, namun sangat Bangga jadi orang Jambi, makanya sering pulang ke Jambi terutama kalau ada acara undangan hajatan keluarga atau ada kegiatan menghibur masyarakat Jambi. Kecintaannya terhadap tanah kelahirannya tak bisa patah begitu saja. 


Baginya, Jambi adalah tanah harapan yang menyimpan amat banyak potensi yang bisa diangkat, agar nama Jambi besar di kancah nasional, bahkan internasional.Tekadnya ingin mempromosikan Jambi seluas-luasnya dan sebesar-besarnya ke seluruh dunia lewat media film, sinetron, iklan dan lain-lain.


Pakde Prapto menggagas ide agar pemerintah Jambi membuat film yang berlatar belakang pariwisata atau sejarah Jambi. Dia mencontohkan film Laskar Pelangi garapan sutradara Riri Riza. Film yang diangkat dari novel berjudul sama karya Andrea Hirata itu, bukanlah semata-mata film promosi daerah Belitung. Namun, melalui film itu, nama Belitung jadi terangkat. Kini, Belitung menjadi destinasi wisata, dengan Museum Laskar Pelangi sebagai salah satu ikonnya. 


Menurut Pakde Prapto, Jambi tentu bisa menjadi seperti Belitung, dengan cara membuat film berlatar belakang wilayah Jambi. “Kita kan bisa bikin film dengan kisah berlatar belakang Gunung Kerinci, Teh Kayu Aro, Candi Muaro Jambi, Sungai Batanghari, Rangkayo Hitam, Sultan Taha, Suku Anak Dalam yang unik atau Geopark Merangin, Kebun sawit, kebun karet, tambang batubara dan masih banyak lagi yang lainnya” ujarnya. 


Pada era teknologi digital seperti sekarang, Pakde Prapto melihat tak ada kendala berarti untuk membuat film profesional seperti itu. Memang butuh biaya. Tapi, biaya itu akan bisa kembali dengan berbagai macam cara. Kini, tak lagi harus melulu menggunakan bioskop sebagai sarana pemutaran film (kalaupun harus pakai bioskop kita bisa buatkan Bioskop keliling ke desa-desa). Sudah ada platform digital berbayar seperti Netflix. Atau, bisa pula film itu diputar di YouTube atau media lainnya, lalu menghasilkan uang melalui proses monetisasi. 


Pakde Prapto masih menyimpan segudang ide dan harapan untuk memajukan Jambi dari sisi seni dan budaya. Dia menatap masa depan Jambi dengan penuh optimisme. “Saya yakin, pada 2045 nanti Jambi sudah cemerlang. Enggak usah menunggu sampai 2045 deh. kalau kita mulai bergerak dari sekarang, pada 2030 saya percaya Jambi sudah semakin maju dan cemerlang,” tuturnya. 



Jambi itu kelihatan kurang maju karena kurang promosi. Banyak orang yang belum tau tentang Jambi. Ayooo mulai sekarang kita promosikan Jambi secara besar-besaran untuk membuat Jambi lebih terkenal.


Ide dan gagasan pakde Prapto untuk membuat Jambi terkenal hingga ke pelosok negeri yang belum terealisasikan yaitu membuat film dengan mengikutsertakan asset-aset yang ada di Jambi; misal dengan mengeksplore keberadaan suku Anak Dalam (suku Kubu). 


Dulu pernah ada film tentang masyarakat kubu dengan judul Intan Perawan Kubu, nah sekarang bisa diangkat lagi dengan ide kemasan yang baru yang lebih profesional sehingga menarik untuk di tonton. 


Bagaimana kehidupan masyarakat Kubu yang sebenarnya, sampai ke dalam-dalamnya, tidak hanya di lihat dari luar yang orang berpersepsi bahwa masyarakat Kubu itu orang hutan yang galak seram menakutkan bisa makan orang. Ini harus kita sosialisasikan bagaimana yang sebenarnya agar semua orang faham.


Selain mengangkat kehidupan masyarakat Kubu juga bisa mengangkat dari destinasi pariwisata, karena destinasi wisata di Jambi sangat bagus misal geopark yang ada di merangin. 


Kemudian disisipkan berbagai kesenian tradisi nya mulai dari kelintang kayu, dadung, gendang tetawak, senandung jolo, dan masih banyak lagi. 


Kesenian tradisi tersebut jika tidak di eksplore lama kelamaan akan punah, karena pelaku seni nya yang tua akan meninggal dan generasi mudanya tidak ada yang mempelajarinya. Seperti di India film nya selalu melibatkan keseniannya sehingga kesenian India menjadi popular.


Film tentang budaya dan masyarakat Jambi harus banyak dan sering di produksi bukan hanya sekali atau dua kali. Untuk mempromosikan film tersebut pada masyarakat jambi. Bersambung.


Terdiri dari 3 bagian berita:

Sumber: wawancara Prapto Pempek/Buku 65 tokoh Jambi/image:dok'/prapto Pempek


Flag Counter    Dosi Bre’ 🛡️Red

 

Sesuai Kebutuhan

SatgasnasNews
SatgasnasNews
Google

Mistery Borobudur Dalam Pandangan Seorang Pelukis Azhar

50 Anggota DPRD Kota Bekasi yang Dilantik untuk Periode 2024-2029

DPR RI Batalnya Penetapan Revisi UU Pilkada

Di Naker Fest 2024 Ada 110 Ribu Lowongan Kerja

Malam Tasyakuran 17 Agustus 2024: Di Hadiri Lurah Harapan Jaya Serta Ketua RW 023 da…

Megawati dan SBY Tidak Hadir Upacara HUT RI di IKN

Akhirnya Jessica ‘Kopi Sianida’ Bebas dari Penjara

Ikuti Prosedur Membuat SIM Akan Cepat Selesai di Polresta Tangerang

Pilkada Garut: Syakur-Putri Tandingi Helmy Budiman “Marak Ajakan Golput Di Garut”

Anies Hormati Putusan PKS Bakal Cabut Dukungan

Shorts


Batalyon D Pelopor Satbrimob Metro Jaya Salurkan Air Bersih dalam Operasi Amannusa 2024



Jajaran Batalyon D Pelopor Satbrimob Polda Metro Jaya bekerjasama dengan deltamas mendistribusikan air bersih untuk menanggulangi kekeringan yang melanda Kabupaten Bekasi dalam rangka Operasi Amannusa II 2024...